KONSEP DASAR
BENIGNA HYPERPALSIA PROSTAT
(B P H)
PENDAHULUAN
Istilah hipertropi prostat yang sudah umum dipakai sebenarnya tidaklah tepat, karena sebenarnya kelenjar prostat tidaklah membesar ( hypertropi ) tetapi kelenjar-kelenjar periuretral lah yang mengalami hyperplasia ( tidak hypertropi ). Dalam hal ini sel-sel glandular dan sel-sel interstisial mengalami hyperplasia ( selnya bertambah banyak ). Maka dalam literature benigna hyperplasia of the prostate gland atau adenoma prostat tapi istilah hypertropi prostate sudah umum dipakai.
Kaum lelaki yang berumur lebih dari 50 tahun sering menderita pembesaran kelenjar prostat dan frekuensinya bertambah sesuai dengan umur. Kelenjar prostat merupakan bagian dari alat reproduksi dan melingkari bagian pangkal uretra, sehingga bila terjadi pembesaran kelenjar ini uretra yang ada ditengah-tengahnya akan tertekan sehingga air seni ( urine ) tidak dapat mengalir keluar dengan lancar.
DEFINISI
Benign prostatic hyperplasia (BPH) merupakan pembesaran non-kanker (noncancerous) dari kelenjar prostat (prostate gland) yang dapat membatasi aliran urin (kencing) dari kandung kemih (bladder).
PATOFISIOLOGI
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, retensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat serta otot destrusor menebal dan meregang sehingga sehingga timbul sekulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjdi retensio urine yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi salurah kemih atas.
Adapun patofisiologis dari masing-masing gejala :
Penurunan kekuatan dan caliber aliran yang disebabkan retensi uretra adalah penurunan gambaran awalnya dan menetap dari BPH.
Nokturia dan frekwensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi pendek.
Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturin) karena hambatan normal dari konteks berkurang dan tonus otot spinkter dan uretra berkurang selama tidur.
Urgensi dan dysuria jarang terjadi, jika ada disebabkan ketidakstabilan destrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.
Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit urine sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan spinkter.
TANDA/GEJALA
Urinary frequency
Tidur di malam hari terganggu hanya untuk kencing.
Frekuensi kencing saat siang atau malam hari (nocturia) biasanya sedikit.
Urinary urgency
Tiba-tiba saja ingin kencing dengan cepat. (The sudden urgent need to urinate quickly).
Perasaan akan kencing sebentar lagi, tanpa terkontrol (The sensation of imminent loss of urine without control).
Hesitancy
Aliran urin yang lemah, ragu-ragu, dan terputus-putus.
Sulit untuk memulai kencing. (Difficulty initiating the urinary stream).
Harus berdiri atau duduk di toilet beberapa saat terlebih dahulu sebelum kencing (Having to stand at or sit on the toilet for some time prior to producing a urinary stream).
Incomplete bladder emptying (pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna)
Adanya rasa tidak puas setelah berkemih. (The sensation of incomplete evacuation of urine from the bladder).
Perasaan ada urin residu/sisa yang menetap tanpa memerhatikan frekuensi miksi.(The feeling of persistent residual urine regardless of the frequency of urination).
Straining (tegang, mengejan)
Perlu sensasi mengejan untuk mengosongkan kandung kemih. (The need strain or push (Valsalva maneuver) to initiate and maintain urination in order to more fully evacuate the bladder).
Decreased force of stream (Berkurangnya kekuatan kencing)
Perasaan subjektif kehilangan kekuatan saat kencing (The subjective loss of force of the urinary stream over time).
Dribbling or dripping (menggiring atau menetes)
Kehilangan sejumlah kecil urin karena aliran urin yang jelek (The loss of small amounts of urine due to a poor urinary stream)
Sumber lain menyebutkan:
Gejala obstruktif
misalnya:susah memulai kencing (hesitansi), pancaran saat kencing lemah, kencing tiba-tiba berhenti lalu lancar lagi (intermitensi), kencing tidak puas, menetes setelah kencing (terminal dribbling).
Gejala iritatif
misalnya: anyang-anyangen, sering kencing di malam hari (nokturia), rasa ingin kencing yang tidak bisa ditahan (urgensi),rasa nyeri atau tidak enak saat kencing (disuria).
ETIOLOGI
Benign prostatic hyperplasia (BPH) atau hyperplasia Prostat jinak adalah pembengkakan yang terjadi pada kelenjar Prostat, yang dialami oleh pria paruh baya (usia 40 – 59 tahun), sehingga menyumbat saluran kemih.
Dalam dunia medis, apa yang menjadi penyebab terjadinya pembesaran kelenjar Prostat ini masih tetap menjadi misteri, masih belum diketahui dengan pasti, tetapi banyak juga teori yang ditegakan untuk BPH ini seperti :
Teori tumor jinak ( karena komponennya )
Teori rasial dan factor social
Teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui
Teori yang berhubungan dengan aktifitas seks
Teori ketidakseimbangan hormonal.
Pendapat terakhir ini sering kali dipakai yaitu terjadi ketidakseimbangan antara hormonal androgen turun, maka terjdi ketidakseimbangan estrogen menjadi lebih banyak secara relatif ataupun secara absolut dan ini menyebabkan prostat membesar.
Ada yang menyebut BPH merupakan salah satu gejala penuaan, andropause, yang terjadi pada pria. Pertambahan usia menjadi semakin tua mengakibatkan penurunan kadar hormon pria, terutama testosteron. Penurunan kadar testosteron secara langsung menyebabkan penurunan kemampuan ejakulasi. Para ahli berpendapat bahwa dihidrotestosteron (DHT) yang memacu pertumbuhan Prostat—seperti yang terjadi pada masa pubertas—adalah penyebabnya.
Tetapi ada juga yang menyebutkan bahwa BPH disebabkan oleh infeksi dalam kelenjar Prostat (Prostatitis Bacterial). Meskipun demikian, tetap diakui bahwa BPH ini sulit diatasi. Beberapa sebab lain yang dapat disebutkan di sini ialah stress kronis, kolesterol yang tinggi, zat-zat nikotin dan konitin, toksin (pestisida, deterjen, dan limbah pabrik), dan kekurangan mineral (seng, tembaga, selenium). Jika tidak diatasi secara dini, BPH dapat berakibat pada terjadinya kanker Prostat atau bahkan juga gagal ginjal karena urin yang tertahan akan balik ke ginjal sehingga beban kerja ginjal semakin besar.
Sebagai catatan tambahan, BPH ini sering juga dikenal dengan Nodular hyperplasia, Benign prostatic hypertrophy, atau Benign enlargement of the prostate (BEP). Berikut disajikan gambar perbandingan antara Prostat normal dan Prostat yang membengkak1.
Gambar 2. Perbandingan antara Prostat normal dan Prostat yang membengkak.
GEJALA KLINIK
Sesuai dengan anatominya maka pembesaran prostat dapat mengenai daerah peri uretral, daerah subtrigonal atau daerah bladder neck dan pendesakan daerah inilah yang menyebabkan gejala klinik.
Progresitifitas dari BPH adalah lambat artinya penderita tidak mengetahui onset dari penyakitnya itu dan ia timbul telah ada penyulit-penyulit, seperti yang sering adalah retensi urine, berkurangnya pancaran kencing, air kencing menetes setelah habis berkemih, berkemih yang tidak lampias. Tapi tidak semua BPH menimbulkan keluhan, adapun keluhan tersebut dapat dibagi dalam derajat :
Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran kencing, kencing tidak lampias, frekuensi bertambah pada malam hari
Derajat II : adanya retensi urine maka timbulah infeksi. Penderita akan mengeluh waktu miksi terasa panas ( disuria ) dan kencing malam bertambah hebat
Derajat III : timbul retensi total
Derajat Benigne Prostat Hyperplasia
Benigne Prostat Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan klinisnya :
Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa urine kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.
Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat, panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya + 20 – 40 gram.
Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram.
Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis.
Selain gejala diatas dapat timbul gejala lain seperti :
Masa pada abdomen bagian bawah
Hematuria
Overflow urinaria incontinentia atau dapat ditemukan efek sekunder dari obstruksi bladder neck sebagai gejala permulaan seperti anemia, peningkatan ureum dan kreatinin atau tanda-tanda insufisiensi renal lainnya.
Kadang retensi akut merupakan gejala pertama yang dikeluhkan penderita, hal ini disebabkan oleh karena odem yang terjadi oleh prostate yang membesar, odem akut juga disebabkan oleh menahan kencing yang terlalu lama, disebabkan oleh udara dingin atau terlalu banyak minum
Beberapa test biasanya dilakukan oleh dokter untuk mengidentifikasi masalah dan memutuskan pengobatan apa yang harus pasien terima. Beberapa test yang biasanya dilakukan seorang dokter urology dapat disebutkan di sini.
Digital Rectal Examination (DRE)
Test ini biasanya merupakan test pertama yang dilakukan dokter. Dokter memasukkan jari ke rectum dan merasakan Prostat dekat rectum. Test ini memberikan opini bagi dokter tentang ukuran dan kondisi Prostat.
Prostate-Specific Antigen (PSA) Blood Test
Test ini untuk mendeteksi ada tidaknya kanker BPH.
Rectal Ultrasound and Prostate Biopsy
Jika dicurigai terdapat kanker dalam Prostat, test ini pun dilakukan, yaitu dengan menangkap gelombang suara yang diarahkan ke Prostat. Pola-pola gema suara itu dicatat untuk menentukan ada tidaknya tumor.
Urine Flow Study
Dokter meminta pasien untuk membuang air kecil ke dalam sebuah alat khusus untuk mengukur seberapa cepat air seni mengalir. Suatu arus yang dikurangi sering kali menyarankan BPH.
Cystoscopy
Dalam test ini, dokter menyisipkan sebuah tabung kecil melalui uretra, yang memuat sebuah lensa dan sistem pencahayaan yang membantu dokter untuk melihat bagian dalam uretra dan kandung kemih.
KOMPLIKASI
Apabila buli-buli menjadi dikompensasi akan terjadi retensio urine karena produksi urine terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urine sehingga tekanan intra vesika meningkat dapat timbul hydroureter, hydronefrosis dan gagal ginjal, proses kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi infeksi.
Karena selalu terdapat sisa urine dapat berbentuk batu endapan dalam buli-buli. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi infeksi.
Komplikasi lain yang dapat terjadi yaitu :
Hemorrhoid
Perdarahan
Inkontinensia
Uretritis dan traktus uretra
Epindidimiorkhitis
Trombosis
Fistula ( suprapubik, rektiprostatik )
Osteitis pubis
TERAPI
Terapi untuk BPH ada 2 macam :
Konservatif
Terapi konservatif dilakukan bila terapi operasi tidak dapat dilakukan karena misalnya menolak operasi, mempunyai sakit jantung berat dan kontra indikasi operasi lainnya.
Terapi konservatif yaitu mengusahakan agar prostat tidak mendadak membesar karena terjadinya / adanya infeksi sekunder dengan peran antibiotik.
Terapi untuk retensi urine yaitu dengan kateterisasi dengan 2 cara :
Kateterisasi intermitten
buli-buli dapat dikosongkan dan kateter segera dilepas, beberapa pasien kemudian akan dapat miksi sendiri dengan spontan
Kateterisasi indwiling
sangat berguna terutama bila penderita dulunya juga pernah mengalami retensi urine akut. Tiap hari hendaknya kateter dibersihkan dan tiap minggu diganti dengan kateter baru.
Pada tindakan ini hendaknya disertai dengan perlindungan terhadap bahaya infeksi dengan memberikan juga obat sulfa atau antibiotik.
Operatif
Tindakan operatif :
Pernah obstruksi / retensi berulang
Urine sisa lebih dari 50 cc
Pada panendoskopi didapatkan trabekulasi yang jelas
Kontra indikasi :
Kelainan jantung yang berat ( dekompensasi dan infark segar ), insufisiensi paru yang hebat, hypertensi
Kontra indikasi relatif :
DM yang tidak terkendali
Kelainan pembekuan darah
Ada 4 cara prostatektomi yang dikenal :
Suprapubik transvesikel yaitu kelenjar prostat diangkat melalui sayatan dinding perut dengan membuka kandung kencing
Refropubik ekstravasikel yaitu perut disayat agak kebawah, lalu kelenjar prostat diangkat tanpa membuka dinding kandung kencing
Perineal prostatektomi yaitu kelenjar prostat dibuang melalui perineum ( sekarang sudah ditinggalkan karena banyak menimbulkan komplikasi )
Trans uretral resection ( TUR ) yaitu kelenjar diangkat melalui saluran uretra
PROGNOSIS
Prognosis dari penyakit ini cukup baik bila penderita berobat dengan baik yaitu operatif. Tindakan pengobatan konservatif hanyalah menunda waktu operasi / tidak menghilangkan causanya.
PERAWATAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEDAHAN
PERSIAPAN PRE OPERASI
Tanda persetujuan secara tertulis ; penderita dan keluarga harus menyatakan persetujuan pembedahan
Catatan sebelum pembedahan
Ahli bedah harus meninggalkan suatu catatan pada status pasien dengan menuliskan latar belakang, penemuan dan indikasi untuk operasi itu
Pesan sebelum pembedahan
pesan tertulis sebelum pembedahan untuk melengkapi persiapan ;
Persiapan kulit
daerah yang akan dicukur ditentukan, lebih baik kalau pencukuran itu langsung dilaksanakan sebelum pembedahan. Penderita harus dimandikan dengan bersih malam sebelum pembedahan
Diet penderita, tidak boleh makan makanan padat selama 12 jam atau pasien dipuasakan dan minum cairan selama 8 jam sebelum pembedahan
Cairan IV
Pemberian cairan IV tidak diperlukan pada berbagai kasus tetapi pada penderita yang lansia atau yang lemah maka perlu diberikan cairan
pengurangan isi perut
pencahar kebanyakan dilaksanakan pada pembedahan perut. Pengosongan sebagian dari usus dilaksanakan pemberian 2-3 tablet dulcolak, peroral atau suppositoria. Pengurasan lebih sempurna dilaksanakan dengan memakai garam fisiologis atau air ledeng + sabun yang hangat kuku ( 500-1500 cc )
pemberian obat-obatan
premedikasi anestesi biasanya ditangani oleh dokter ahli anestesi. Obat sebelum pembedahan dapat atau tidak dapat diteruskan harus dilihat lagi
test laboraturium
pemeriksaan BUN, kreatinin, serum, urine rutin, kalium, serum, kreatinin dll
sinar x
penyinaran pada dada, pielogram IV dapat menetapkan besarnya ginjal dan adanya obstruksi air kemih dan arteriogram kadang diperlukan
transfusi darah
Dilaksanakan apabila kadar HB dibawah normal disebabkan terjadi perdarahan sesudah operasi
PERAWATAN PASCA BEDAH
Jenis pembedahan
Sehingga perawat dan dokter yang juga mengetahui persoalan yang dihadapi
Tanda-tanda vital
tekanan darah, nadi, respirasi harus dicatat tiap 15 menit sesudah itu tiap jam selama beberapa jam kemudian tiap 4 jam hingga penderita stabil
Catat BB setiap hari, input dn output
Tentukan catatan BUN, kreatinin, elektrolit setiap hari
Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit setiap hari
Aktivitas posisi
posisi mula-mula terlentang tetapi penderita harus dimiringkan kekiri atau kekanan tiap 30 menit sementara ia tak sadarkan diri dan setiap jam sesudahnya. Anjurkan menggerakan kaki secara aktif dan pasif setiap jam hingga diperbolehkan berjalan
Makanan
Cairan intravena ( catat jenis cairan dan kecepatan infus )
Pantau drain pada luka pembedahan bila ada catat outputnya
Pantau irigasi pada kandung kemih bila ada
Perawatan luka bersih pada daerah luka pasca bedah
Pengobatan
Teliti daftar obat-obatan yang diberikan sebelum pembedahan apakah masih perlu pengobatan sesuai dengan indikasi dan pesanan dokter
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN HYPERPLASIA PROSTAT
A. DATA DASAR PENGKAJIAN
Sirkulasi
Tanda ; peninggian tekanan darah ( efek pembesaran ginjal )
Eliminasi
Gejala :
Penurunan kekuatan / dorongan aliran urine tetesan
Keragu-raguan pada berkemih awal
Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap, dorongan dan frekwensi berkemih
Nokturia, dysuria, haematuria
Duduk untuk berkemih
Infeksi saluran kemih berulang, riwayat batu ( statis urinaria )
Konstivasi ( protrusi prostat kedalam rectum )
Tanda :
Masa padat dibawah abdomen bawah ( distensi kandung kemih ), nyeri tekan kandung kemih
Hernia inguinalis, hemorrhoid ( mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan pengosongan kandung kemih mengatasi tahanan )
Makanan / Cairan
Gejala :
Anoreksia, mual, muntah
Penurunan berat badan
Nyeri / kenyamanan
Gejala :
Nyeri suprapubik, panggul atau punggung, tajam, kuat ( pada prostates akut )
Nyeri punggung bawah
Keamanan
Gejala :
Demam
Seksualitas
Gejala :
Masalah tentang efek kondisi / penyakit kemampuan sexual
Takut inkontinentia / menetes selama hubungan intim
Penurunan kekeuatan kontraksi ejakulasi
Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala :
Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal
Penggunaan antihipersensitif atau antidefresan, antibiotik urinaria atau gen antibiotik, obat yang dijual bebas, batuk flu / alergi obat mengandung simpatomimetik
Aktifitas / Istirahat
Riwayat pekerjaan
Lamanya istirahat
Aktifitas sehari-hari
Pengaruh penyakit terhadap aktifitas
Pengaruh penyakit terhadap istirahat
Hygiene
Penampilan umum
Aktifitas sehari-hari
Kebersihan tubuh
Frekwensi mandi
Integritas ego
Pennngaruh penyakit terhadap stress
Gaya hidup
Masalah finansial
Neurosensori
Apakah ada sakit kepala
Status mental
Ketajaman penglihatan
Pernapasan
Apakah ada sesak napas
Riwayat merokok
Frekwensi pernapasan
Bentuk dada
Auskultasi
Interaksi Sosial
Status perkawinan
Hubungan dalam masyarakat
Pola interkasi keluarga
Komunikasi verbal / nonverbal
B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
No | Jenis Pemeriksaan | Hasil pemeriksaan |
1 | Urinalisa | Warna kuning, coklat gelap, merah gelap atau terang ( berdarah ), penampilan keruh pH 7 atau lebih besar ( menunjang inkesi, bacteria |
2 | Kultur Urine | Dapat menunjang stapilokokusaureus, proteus, klebsilla, pseudomonas atau E. colli |
3 | Sitologi Urine | Untuk mengetahui kanker kandung kencing |
4 | BUN / Kreatinin | Meningkat bila fungsi ginjal dipengaruhi |
5 | Asam fospat serum Antigen khusus prostatik | Peningkatan Karena pertumbuhan seluler dan pengaruh hormonal pada kanker prostat dapat mengidentifikasikan metastase imonusupresi ) |
6 | Penentuan kecepatan aliran urine | Mengkaji derajat obstruksi kandung kencing |
7 | IVP | Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kencing, membedakan derajat obstruksi kandung kencing dan adanya pembesaran prostat, divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih |
8 | Sistouretrografi kemih | Digunakan sebagai ganti IVP untuk meminimalisasikan kandung kemih dan uretra karena menggunakan bahan kontras lokal |
9 | SDP | Mungkin lebih besar dari 11.000, mengidentifikasikan infeksi bila tidak imunosupresif |
10 | Sistogram | Mengukur tekanan dan volume dikandung kemih untuk mengidentifikasi disfungsi yang tidak berhubungan dengan HBP |
11 | Sistouretroskopi | Untuk menggambarkan derajat pembesaran prostate dan perubahan dinding kandung kemih ( kontraindikasi pada adanya ISK akut sehubungan dengan resiko sepsis gram negatif) |
12 | Sistometri | Mengevaluasi fungsi otot destrusor dan tonusnya |
13 | Ultrasuond transtektal | Mengukur ukuran prostate, jumlah residu urine, melokalisasi lesi yang tidak berhubungan dengan BPH |
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Pre Operatif
Retensi urine ( akut / kronis ) berhubungan dengan obstruksi pembesaran prostate, dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan kandung kencing untuk berkontraksi dengan adekuat ditandai dengan frekwensi, keragu-raguan, ketidakmampuan mengosongkan kandung kencing dengan lengkap, inkontinensia atau menetes ; distensi kandung kemih, residu urine
Intervensi :
Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan
Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan
Awasi dan catat waktu jumlah tiap berkemih, perhatikan penurunan haluaran urine dan perubahan berat jenis
Perkusi / palpasi area suprapubik
Dorong masukan cairan sampai 3000 ml sehari, dalam toleransi jantung, bila diindikasikan
Awasi tanda vital dengan ketat, observasi hypertensi, edema perifer / defenden, perubahan mental, pertahankan pemasukan dan pengeluaran akurat
Kolaborasi untuk pemberian obat antispasmodic
Tingkatkan relaksasi otot, turunkan odema
Rasionalisasi :
Meminimalkan retensi urine distensi pada kandung kemih
Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi
Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas yang dapat menggaggu kemampuannya untuk memfilter dan mengkonsentrasikan substansi
Distensi kandung kemih dapat dirasakan diare suprapubik
Peningkatan aliran mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan panggul dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri
Kehilangan fungsi ginjal dan mengakibatkan penurunan eliminasi cairan dan akumulasi sisa toksik dapat berlanjut kepenurunan ginjal total
Menurunkan resiko penderita ascenden
Meningkatkan relaksasi obat, penurunan edema dan dapat meningkatkan upaya berkemih
Menghilangkan spasme kandung kemih sampai dengan iritasi oleh kanker
Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria, terapi radiasi ditandai dengan keluhan nyeri ( kandung kemih spasme rectal ), penyempitan focus, perubahan tonus otot, meringis, perilaku distensi, gelisah, respon otonomik.
Intervensi :
Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( 0-10 ) lamanya
Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, membantu pasien melakukan posisi yang nyaman, mendorong pengobatan relaksasi / latihan dalam
Kolaborasi masukan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainage
Kolaborasi untuk pemberian obat narkotik dan obat antibacterial
Rasional :
Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan / kefektifan intervensi
Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi
Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan kemampuan koping
Pengaliran kandung kemih menurunkan tegangan dan kepekaan kelenjar
Diberikan untuk menghilangkan nyeri berat, memberikan relaksasi mental dan fisik, obat antibacterial untuk menurunkan adanya bakteri dalam traktus urinarius juga yang dimasukan melalui system drainage
Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis dan drainage cepat kandung kemih yang terlalu distensi, secara kronis, endokrin, ketidakseimbangan elektrolit ( disfungsi ginjal )
Intervensi :
Awasi keluaran dengan hati-hati, tiap jam bila diindikasikan, perhatikan keluaran 100-200ml/jam
Dorong peningkatan pemasukan oral berdasarkan kebutuhan kebutuhan individu
Awasi tekanan darah dan nadi dengan sering, evaluasi pengisian kapiler dan membran mokusa awal
Kolaborasi pemberian cairan intravena sesuai kebutuhan
Rasionalisasi :
Diuresis cepat dapat menyebabkan kekurangan volume total cairan, karena ketidakcukupan
Pasien dibatasi pemasukan oral dalam upaya mengontrol gejala urinaria hemostatik pengurangan cadangan dan peningkatan resiko dehidrasi / hypovolemia
Kemampuan mendeteksi dini / intervensi hypovolemik sistemik
Menggantikan kehilanngan cairan dan natrium untuk mencegah / memperbaiki hypovolemia
Ketakutan ( ansietas ) berhubungan dengan status kesehatan, kemungkinan prosedur bedah ditandai dengan peningkatan tegangan ketakutan, kekawatiran, mengekpresikan masalah tentang adanya perubahan, ketakutan akan konsekuensi tak spesifik.
Intervensi :
Kaji tingkat rasa takut pada pasien dan orang terdekat, perhatikan tanda peningkatan / depresi atau penyempitan focus perhatian
Buat hubungan saling percaya dengan pasien / orang terdekat
Berikan informasi tentang tujuan dari pembedahan
Rasionalisasi :
Membantu menentukan jenis intervensi yang diperlukan
Menunjukan perhatian dan keinginan untuk membantu dalam sirkulasi tentang subjek sensitive
Membantu pasien memahami tujuan dari apa yang dilakukan dan mengurangi masalah karena ketidaktahuan akan kanker
Mendefinisikan masalah, memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan, memperjelas kesalahan konsep dan solusi pemecahan masalah
Diagnosa Post Operasi
1. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kencing, refleksspasme otot, sehubungan prosedur bedah ditandai dengan keluhan nyeri spasme kandung kemih, wajah meringis, gelisah
Kriteria hasil : melaporkan nyeri hilang / terkontrol
Intervensi :
Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas, skala
Pertahankan posisi kateter dan system drainase, pertahankan selang bebas dari lekukan da bekuan
Tingkatkan pemasukan cairan sampai dengan 300ml / hari sesuai takaran
Berikan pasien informasi akurat tentang kateter, drainase, spasme kandung kemih
Berikan tindakan kenyamanan, dorong penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan napas dalam dan visualisasi
Kolaborasi dalam pemberian antispasmodic
Rasionalisasi
Nyeri tajam, intermiten dengan dorongan berkemih / pasase urine, sekitar kateter menunjukan spasme kandung kemih, yang lebih berat cenderung padapendekatan suprapubik, bisa menurun setelah 48 jam
Mempertahankan fungsi kateter dan drainase system, menurunkan resiko distensi / spasme kandung kemih
Menurunkan iritasi dengan mempertahankan aliran cairan konstan kemasukan kandung kencing
Menghilangkan ansietas dan meningkatkan kerjasama dengan prosedur tertentu
Menurunkan ketegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping
2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik, bekuan darah, edema, trauma, prosedur bedah ditandai dengan frekwensi, urgensi,keragu-raguan, dysuria, inkontinentia, retensi
Kriteria hasil : berkemih dalam jumlah normal tanpa adanya retensi
Intervensi :
Kaji keluaran urine dan system kateter / drainase, khususnya selama irigasi kandung kemih
Pertahankan waktu jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah kateter dilepas, perhatikan rasa penuh kandung kemih ; ketidakmampuan berkemih
Dorong pasien untuk berkemih bila terasa, dorongan tetapi tidak lebih dari 2-4 jam
Ukur volume residu bila ada keteter suprapubik
Dorongan pemasukan cairan 3000ml sesuai toleransi, batasi cairan pada malam setelah kateter dilepas
Instruksikan pasien untuk latihan permeal, contoh ; mengencangkan bokong, menghentikan dan memulai aliran urine
Jelaskan pada pasien bahwa pentesan diharapkan setelah kateter dilepas dan harus teratur sesuai kemajuan
Pertahankan irigasi kandung kemih continue sesuai indikasi pada periode pasca operasi
Rasionalisasi :
Retensi dapat terjadi karena edema area bedah, bekuan darah dan spasme kandung kencing
Kateter biasanya dilepas 2-5 hari setelah pembedahan, tetapi berkemih dapat berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu karena edema uretra dan kehilangan tonus otot
Berkemih dengan dorongan, mencegah retentio urine, keterbatasan berkemih untuk tiap 4 jam ( bila ditoleransi ) meningkatkan tonus kandung kemih dan membantu latihan ulang kandung kemih
Mengawasi keefektifan pengosongan kandung kemih, residu lebih dari 50ml menunjukan perlunya kontinuitas kateter sampai tonus kandung kemih membaik
Mempertahankan hidrasi dan perfusi ginjal untuk aliran urine, penjadwalan masukan cairan menurunkan kebutuhan berkemih / gangguan tidur
Membantu meningkatkan control kandung kemih / spinkter urine, meminimalkan inkontinentia
Informasi membantu psien untuk menerima masalah, fungsi normal dan dapat kembali dalam 2-3 minggu tetapi memerlukan sampai 8 bulan setelah pendekatan perineal
Mencuci kandung kemih dari bekuan darah dan debris untuk mempertahankan potensi kateter / aliran urine
3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan pemasukan pre operasi, area bedah vaskuler
Intervensi :
Hindari manipulasi berlebihan pada kateter
Awasi pemasukan dan pengeluaran
Observasi drainase kateter, perhatikan adanya perdarahan
Evaluasi warna konsistensi urine :
Merah terang dengan bekuan darah
Peningkatan viskositas, warna keruh setiap dengan bekuan darah
Perdarahan dengan tidak ada bekuan
Inspeksi balutan / luka drain
Awasi tanda peningkatan nadi dan pernapasan, penuruna tekanan darah, disforesis, pucat, perlambatan pengisian kapiler, membran mukosa kering
Kolaborasi awasi pemeriksaan laboratorium seperti Hb dll
Rasionalisasi :
Gerakan penarikan kateter dapat menyebabkan perdarahan atau pembentukan bekuan
Indikatur keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian pada iritasi kandung kemih, awasi pentingnya perkiraan kehilangan darah
Perdarahan tidak umum terjadi selama 24 jam pertama tetapi tidak perlu pendekatan, perdarahan berulang memerlukan tranfusi
Mengindikasikan perdarahan arterial dan memerlukan terapi cepat
Menunjukan perdarahan dari vena
Dapat mengindikasikan diskasia darah atau masalah pembekuan sistemik
Perdarahan dapat dibuktikan atau disingkirkan dalam jaringan
Dehidrasi / hypovolemia memerlukan intervensi cepat untuk mencegah berlanjut syok
Berguna dalam evaluasi kehilangan darah / kebutuhan penggantian, dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi. Misalnya ; penuruna factor pembekuan.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive kateter, iritasi kandung kemih, seringnya trauma jaringan
Intervensi :
Pertahankan system keteter steril, berikan zalp antibiotic disekitar sisi kateter
Akumulasi dengan kantong drainase dependen
Observasi drainase dari luka sekitar kateter suprapubik
Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi
Rasionalisasi :
Mencegah pemasukan / bakteri dan infeksi sepsis lanjut
Menghindari refleks baik urine, yang dapat memasukan bakteri kedalam kandung kencing
Adanya drain, insisi supra pubik meningkatkan resiko untuk infeksi, yang diindikasikan dengan eritema, drainage purulen
Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan infeksi resiko luka
Mungkin diberikan secara propilatik sampai dengan peningkatan resiko infeksi pada prostatektomi
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat salah interpretasi informasi ditandai dengan pertanyaan meminta informasi, tidak mengikuti instruksi
Intervensi :
Kaji implikasi prosedur dan harapan masa depan
Tekankan perlunya nutrisi yang baik
Diskusikan pembatasan aktifitas awal
Dorong kesinambungan latihan perineal
Instruksikan perawatan kateter urine
Rasionalisasi :
Memberikan dasar pengetahuan
Meningkatkan penyembuhan dan mencegah komplikasi, menurunkan resiko perdarahan pada operasi
Peningkatan tekanan abdominal / meregangkan yang menempatkan stress pada kandung kemih dan prostat, menimbulkan resiko perdarahan
Membantu control urine dan menghilangkan inkontinentia
Meningkatkan kemandirian dan kompetensi dalam perawatan diri
find picture at :
DAFTAR PUSTAKA
Doengus, Marilyn E. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasi perawatan pasien, edisi III. Penerbitan buku kedokteran EGC. Jakarta 1999
Long, Barbara E. Perawatan Medical Bedah, Edisi III. I APK Padjajaran Bandung. 1996
Longmore M, et.al. (ed.). Oxford Handbook of Clinical Medicine, 7th Edition. 2007. Oxford University Press. p.602-3. Chirurgica. 2005. Tosca Enterprise.p.V.9-10.
Tim Redaksi VitaHealth, PROSTAT, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004.
http://kidney.niddk.nih.gov/kudiseases/pubs/prostateenlargement/
http://en.wikipedia.org/wiki/Benign_prostatic_hyperplasia#Etiology
http://www.emedicine.com/med/topic1919.htm
http://www.medicinenet.com/benign_prostatic_hyperplasia/index.htm
http://www.mayoclinic.com/health/enlarged-prostate-bph/BP99999