Tuesday, March 25, 2008

BPH

KONSEP DASAR

BENIGNA HYPERPALSIA PROSTAT

(B P H)

  1. PENDAHULUAN

Istilah hipertropi prostat yang sudah umum dipakai sebenarnya tidaklah tepat, karena sebenarnya kelenjar prostat tidaklah membesar ( hypertropi ) tetapi kelenjar-kelenjar periuretral lah yang mengalami hyperplasia ( tidak hypertropi ). Dalam hal ini sel-sel glandular dan sel-sel interstisial mengalami hyperplasia ( selnya bertambah banyak ). Maka dalam literature benigna hyperplasia of the prostate gland atau adenoma prostat tapi istilah hypertropi prostate sudah umum dipakai.

Kaum lelaki yang berumur lebih dari 50 tahun sering menderita pembesaran kelenjar prostat dan frekuensinya bertambah sesuai dengan umur. Kelenjar prostat merupakan bagian dari alat reproduksi dan melingkari bagian pangkal uretra, sehingga bila terjadi pembesaran kelenjar ini uretra yang ada ditengah-tengahnya akan tertekan sehingga air seni ( urine ) tidak dapat mengalir keluar dengan lancar.

  1. DEFINISI

Benign prostatic hyperplasia (BPH) merupakan pembesaran non-kanker (noncancerous) dari kelenjar prostat (prostate gland) yang dapat membatasi aliran urin (kencing) dari kandung kemih (bladder).


PATOFISIOLOGI

Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, retensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat serta otot destrusor menebal dan meregang sehingga sehingga timbul sekulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjdi retensio urine yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi salurah kemih atas.


Adapun patofisiologis dari masing-masing gejala :

  • Penurunan kekuatan dan caliber aliran yang disebabkan retensi uretra adalah penurunan gambaran awalnya dan menetap dari BPH.

  • Nokturia dan frekwensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi pendek.

  • Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturin) karena hambatan normal dari konteks berkurang dan tonus otot spinkter dan uretra berkurang selama tidur.

  • Urgensi dan dysuria jarang terjadi, jika ada disebabkan ketidakstabilan destrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.

  • Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit urine sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan spinkter.


TANDA/GEJALA

    1. Urinary frequency

Tidur di malam hari terganggu hanya untuk kencing.

Frekuensi kencing saat siang atau malam hari (nocturia) biasanya sedikit.

    1. Urinary urgency

Tiba-tiba saja ingin kencing dengan cepat. (The sudden urgent need to urinate quickly).

Perasaan akan kencing sebentar lagi, tanpa terkontrol (The sensation of imminent loss of urine without control).

    1. Hesitancy

Aliran urin yang lemah, ragu-ragu, dan terputus-putus.

Sulit untuk memulai kencing. (Difficulty initiating the urinary stream).

Harus berdiri atau duduk di toilet beberapa saat terlebih dahulu sebelum kencing (Having to stand at or sit on the toilet for some time prior to producing a urinary stream).

    1. Incomplete bladder emptying (pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna)

Adanya rasa tidak puas setelah berkemih. (The sensation of incomplete evacuation of urine from the bladder).

Perasaan ada urin residu/sisa yang menetap tanpa memerhatikan frekuensi miksi.(The feeling of persistent residual urine regardless of the frequency of urination).

    1. Straining (tegang, mengejan)

Perlu sensasi mengejan untuk mengosongkan kandung kemih. (The need strain or push (Valsalva maneuver) to initiate and maintain urination in order to more fully evacuate the bladder).

    1. Decreased force of stream (Berkurangnya kekuatan kencing)

Perasaan subjektif kehilangan kekuatan saat kencing (The subjective loss of force of the urinary stream over time).

    1. Dribbling or dripping (menggiring atau menetes)

Kehilangan sejumlah kecil urin karena aliran urin yang jelek (The loss of small amounts of urine due to a poor urinary stream)

Sumber lain menyebutkan:

Gejala obstruktif

misalnya:susah memulai kencing (hesitansi), pancaran saat kencing lemah, kencing tiba-tiba berhenti lalu lancar lagi (intermitensi), kencing tidak puas, menetes setelah kencing (terminal dribbling).

Gejala iritatif

misalnya: anyang-anyangen, sering kencing di malam hari (nokturia), rasa ingin kencing yang tidak bisa ditahan (urgensi),rasa nyeri atau tidak enak saat kencing (disuria).

ETIOLOGI

Benign prostatic hyperplasia (BPH) atau hyperplasia Prostat jinak adalah pembengkakan yang terjadi pada kelenjar Prostat, yang dialami oleh pria paruh baya (usia 40 – 59 tahun), sehingga menyumbat saluran kemih.

Dalam dunia medis, apa yang menjadi penyebab terjadinya pembesaran kelenjar Prostat ini masih tetap menjadi misteri, masih belum diketahui dengan pasti, tetapi banyak juga teori yang ditegakan untuk BPH ini seperti :

    1. Teori tumor jinak ( karena komponennya )

    2. Teori rasial dan factor social

    3. Teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui

    4. Teori yang berhubungan dengan aktifitas seks

    5. Teori ketidakseimbangan hormonal.

Pendapat terakhir ini sering kali dipakai yaitu terjadi ketidakseimbangan antara hormonal androgen turun, maka terjdi ketidakseimbangan estrogen menjadi lebih banyak secara relatif ataupun secara absolut dan ini menyebabkan prostat membesar.

Ada yang menyebut BPH merupakan salah satu gejala penuaan, andropause, yang terjadi pada pria. Pertambahan usia menjadi semakin tua mengakibatkan penurunan kadar hormon pria, terutama testosteron. Penurunan kadar testosteron secara langsung menyebabkan penurunan kemampuan ejakulasi. Para ahli berpendapat bahwa dihidrotestosteron (DHT) yang memacu pertumbuhan Prostat—seperti yang terjadi pada masa pubertas—adalah penyebabnya.

Tetapi ada juga yang menyebutkan bahwa BPH disebabkan oleh infeksi dalam kelenjar Prostat (Prostatitis Bacterial). Meskipun demikian, tetap diakui bahwa BPH ini sulit diatasi. Beberapa sebab lain yang dapat disebutkan di sini ialah stress kronis, kolesterol yang tinggi, zat-zat nikotin dan konitin, toksin (pestisida, deterjen, dan limbah pabrik), dan kekurangan mineral (seng, tembaga, selenium). Jika tidak diatasi secara dini, BPH dapat berakibat pada terjadinya kanker Prostat atau bahkan juga gagal ginjal karena urin yang tertahan akan balik ke ginjal sehingga beban kerja ginjal semakin besar.

Sebagai catatan tambahan, BPH ini sering juga dikenal dengan Nodular hyperplasia, Benign prostatic hypertrophy, atau Benign enlargement of the prostate (BEP). Berikut disajikan gambar perbandingan antara Prostat normal dan Prostat yang membengkak1.

Gambar 2. Perbandingan antara Prostat normal dan Prostat yang membengkak.

GEJALA KLINIK

Sesuai dengan anatominya maka pembesaran prostat dapat mengenai daerah peri uretral, daerah subtrigonal atau daerah bladder neck dan pendesakan daerah inilah yang menyebabkan gejala klinik.

Progresitifitas dari BPH adalah lambat artinya penderita tidak mengetahui onset dari penyakitnya itu dan ia timbul telah ada penyulit-penyulit, seperti yang sering adalah retensi urine, berkurangnya pancaran kencing, air kencing menetes setelah habis berkemih, berkemih yang tidak lampias. Tapi tidak semua BPH menimbulkan keluhan, adapun keluhan tersebut dapat dibagi dalam derajat :

  • Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran kencing, kencing tidak lampias, frekuensi bertambah pada malam hari

  • Derajat II : adanya retensi urine maka timbulah infeksi. Penderita akan mengeluh waktu miksi terasa panas ( disuria ) dan kencing malam bertambah hebat

  • Derajat III : timbul retensi total


Derajat Benigne Prostat Hyperplasia

Benigne Prostat Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan klinisnya :

  1. Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa urine kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.

  2. Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat, panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya + 20 – 40 gram.

  3. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram.

  4. Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis.

Selain gejala diatas dapat timbul gejala lain seperti :

  • Masa pada abdomen bagian bawah

  • Hematuria

  • Overflow urinaria incontinentia atau dapat ditemukan efek sekunder dari obstruksi bladder neck sebagai gejala permulaan seperti anemia, peningkatan ureum dan kreatinin atau tanda-tanda insufisiensi renal lainnya.

  • Kadang retensi akut merupakan gejala pertama yang dikeluhkan penderita, hal ini disebabkan oleh karena odem yang terjadi oleh prostate yang membesar, odem akut juga disebabkan oleh menahan kencing yang terlalu lama, disebabkan oleh udara dingin atau terlalu banyak minum

Beberapa test biasanya dilakukan oleh dokter untuk mengidentifikasi masalah dan memutuskan pengobatan apa yang harus pasien terima. Beberapa test yang biasanya dilakukan seorang dokter urology dapat disebutkan di sini.

  1. Digital Rectal Examination (DRE)

Test ini biasanya merupakan test pertama yang dilakukan dokter. Dokter memasukkan jari ke rectum dan merasakan Prostat dekat rectum. Test ini memberikan opini bagi dokter tentang ukuran dan kondisi Prostat.

  1. Prostate-Specific Antigen (PSA) Blood Test

Test ini untuk mendeteksi ada tidaknya kanker BPH.

  1. Rectal Ultrasound and Prostate Biopsy

Jika dicurigai terdapat kanker dalam Prostat, test ini pun dilakukan, yaitu dengan menangkap gelombang suara yang diarahkan ke Prostat. Pola-pola gema suara itu dicatat untuk menentukan ada tidaknya tumor.

  1. Urine Flow Study

Dokter meminta pasien untuk membuang air kecil ke dalam sebuah alat khusus untuk mengukur seberapa cepat air seni mengalir. Suatu arus yang dikurangi sering kali menyarankan BPH.

  1. Cystoscopy

Dalam test ini, dokter menyisipkan sebuah tabung kecil melalui uretra, yang memuat sebuah lensa dan sistem pencahayaan yang membantu dokter untuk melihat bagian dalam uretra dan kandung kemih.

KOMPLIKASI

Apabila buli-buli menjadi dikompensasi akan terjadi retensio urine karena produksi urine terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urine sehingga tekanan intra vesika meningkat dapat timbul hydroureter, hydronefrosis dan gagal ginjal, proses kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi infeksi.

Karena selalu terdapat sisa urine dapat berbentuk batu endapan dalam buli-buli. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi infeksi.


Komplikasi lain yang dapat terjadi yaitu :

  • Hemorrhoid

  • Perdarahan

  • Inkontinensia

  • Uretritis dan traktus uretra

  • Epindidimiorkhitis

  • Trombosis

  • Fistula ( suprapubik, rektiprostatik )

  • Osteitis pubis

TERAPI

Terapi untuk BPH ada 2 macam :

    1. Konservatif

Terapi konservatif dilakukan bila terapi operasi tidak dapat dilakukan karena misalnya menolak operasi, mempunyai sakit jantung berat dan kontra indikasi operasi lainnya.

Terapi konservatif yaitu mengusahakan agar prostat tidak mendadak membesar karena terjadinya / adanya infeksi sekunder dengan peran antibiotik.

Terapi untuk retensi urine yaitu dengan kateterisasi dengan 2 cara :

  1. Kateterisasi intermitten

buli-buli dapat dikosongkan dan kateter segera dilepas, beberapa pasien kemudian akan dapat miksi sendiri dengan spontan

  1. Kateterisasi indwiling

sangat berguna terutama bila penderita dulunya juga pernah mengalami retensi urine akut. Tiap hari hendaknya kateter dibersihkan dan tiap minggu diganti dengan kateter baru.

Pada tindakan ini hendaknya disertai dengan perlindungan terhadap bahaya infeksi dengan memberikan juga obat sulfa atau antibiotik.

    1. Operatif

Tindakan operatif :

  • Pernah obstruksi / retensi berulang

  • Urine sisa lebih dari 50 cc

  • Pada panendoskopi didapatkan trabekulasi yang jelas

Kontra indikasi :

Kelainan jantung yang berat ( dekompensasi dan infark segar ), insufisiensi paru yang hebat, hypertensi

Kontra indikasi relatif :

  • DM yang tidak terkendali

  • Kelainan pembekuan darah


Ada 4 cara prostatektomi yang dikenal :

  1. Suprapubik transvesikel yaitu kelenjar prostat diangkat melalui sayatan dinding perut dengan membuka kandung kencing

  2. Refropubik ekstravasikel yaitu perut disayat agak kebawah, lalu kelenjar prostat diangkat tanpa membuka dinding kandung kencing

  3. Perineal prostatektomi yaitu kelenjar prostat dibuang melalui perineum ( sekarang sudah ditinggalkan karena banyak menimbulkan komplikasi )

  4. Trans uretral resection ( TUR ) yaitu kelenjar diangkat melalui saluran uretra

PROGNOSIS

Prognosis dari penyakit ini cukup baik bila penderita berobat dengan baik yaitu operatif. Tindakan pengobatan konservatif hanyalah menunda waktu operasi / tidak menghilangkan causanya.


  1. PERAWATAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEDAHAN

PERSIAPAN PRE OPERASI

    1. Tanda persetujuan secara tertulis ; penderita dan keluarga harus menyatakan persetujuan pembedahan

    2. Catatan sebelum pembedahan

Ahli bedah harus meninggalkan suatu catatan pada status pasien dengan menuliskan latar belakang, penemuan dan indikasi untuk operasi itu

    1. Pesan sebelum pembedahan

pesan tertulis sebelum pembedahan untuk melengkapi persiapan ;

      1. Persiapan kulit

daerah yang akan dicukur ditentukan, lebih baik kalau pencukuran itu langsung dilaksanakan sebelum pembedahan. Penderita harus dimandikan dengan bersih malam sebelum pembedahan

      1. Diet penderita, tidak boleh makan makanan padat selama 12 jam atau pasien dipuasakan dan minum cairan selama 8 jam sebelum pembedahan


      1. Cairan IV

Pemberian cairan IV tidak diperlukan pada berbagai kasus tetapi pada penderita yang lansia atau yang lemah maka perlu diberikan cairan

      1. pengurangan isi perut

pencahar kebanyakan dilaksanakan pada pembedahan perut. Pengosongan sebagian dari usus dilaksanakan pemberian 2-3 tablet dulcolak, peroral atau suppositoria. Pengurasan lebih sempurna dilaksanakan dengan memakai garam fisiologis atau air ledeng + sabun yang hangat kuku ( 500-1500 cc )

      1. pemberian obat-obatan

premedikasi anestesi biasanya ditangani oleh dokter ahli anestesi. Obat sebelum pembedahan dapat atau tidak dapat diteruskan harus dilihat lagi

      1. test laboraturium

pemeriksaan BUN, kreatinin, serum, urine rutin, kalium, serum, kreatinin dll

      1. sinar x

penyinaran pada dada, pielogram IV dapat menetapkan besarnya ginjal dan adanya obstruksi air kemih dan arteriogram kadang diperlukan

      1. transfusi darah

Dilaksanakan apabila kadar HB dibawah normal disebabkan terjadi perdarahan sesudah operasi


PERAWATAN PASCA BEDAH

  1. Jenis pembedahan

Sehingga perawat dan dokter yang juga mengetahui persoalan yang dihadapi

  1. Tanda-tanda vital

tekanan darah, nadi, respirasi harus dicatat tiap 15 menit sesudah itu tiap jam selama beberapa jam kemudian tiap 4 jam hingga penderita stabil

  1. Catat BB setiap hari, input dn output

  2. Tentukan catatan BUN, kreatinin, elektrolit setiap hari

  3. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit setiap hari

  4. Aktivitas posisi

posisi mula-mula terlentang tetapi penderita harus dimiringkan kekiri atau kekanan tiap 30 menit sementara ia tak sadarkan diri dan setiap jam sesudahnya. Anjurkan menggerakan kaki secara aktif dan pasif setiap jam hingga diperbolehkan berjalan

  1. Makanan

  2. Cairan intravena ( catat jenis cairan dan kecepatan infus )

  3. Pantau drain pada luka pembedahan bila ada catat outputnya

  4. Pantau irigasi pada kandung kemih bila ada

  5. Perawatan luka bersih pada daerah luka pasca bedah

  6. Pengobatan

Teliti daftar obat-obatan yang diberikan sebelum pembedahan apakah masih perlu pengobatan sesuai dengan indikasi dan pesanan dokter

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN HYPERPLASIA PROSTAT

A. DATA DASAR PENGKAJIAN

  1. Sirkulasi

Tanda ; peninggian tekanan darah ( efek pembesaran ginjal )

  1. Eliminasi

Gejala :

  • Penurunan kekuatan / dorongan aliran urine tetesan

  • Keragu-raguan pada berkemih awal

  • Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap, dorongan dan frekwensi berkemih

  • Nokturia, dysuria, haematuria

  • Duduk untuk berkemih

  • Infeksi saluran kemih berulang, riwayat batu ( statis urinaria )

  • Konstivasi ( protrusi prostat kedalam rectum )

Tanda :

  • Masa padat dibawah abdomen bawah ( distensi kandung kemih ), nyeri tekan kandung kemih

  • Hernia inguinalis, hemorrhoid ( mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan pengosongan kandung kemih mengatasi tahanan )

  1. Makanan / Cairan

Gejala :

  • Anoreksia, mual, muntah

  • Penurunan berat badan

  1. Nyeri / kenyamanan

Gejala :

  • Nyeri suprapubik, panggul atau punggung, tajam, kuat ( pada prostates akut )

  • Nyeri punggung bawah

  1. Keamanan

Gejala :

  • Demam

  1. Seksualitas

Gejala :

  • Masalah tentang efek kondisi / penyakit kemampuan sexual

  • Takut inkontinentia / menetes selama hubungan intim

  • Penurunan kekeuatan kontraksi ejakulasi

  1. Penyuluhan dan pembelajaran

Gejala :

  • Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal

  • Penggunaan antihipersensitif atau antidefresan, antibiotik urinaria atau gen antibiotik, obat yang dijual bebas, batuk flu / alergi obat mengandung simpatomimetik

  1. Aktifitas / Istirahat

  • Riwayat pekerjaan

  • Lamanya istirahat

  • Aktifitas sehari-hari

  • Pengaruh penyakit terhadap aktifitas

  • Pengaruh penyakit terhadap istirahat

  1. Hygiene

  • Penampilan umum

  • Aktifitas sehari-hari

  • Kebersihan tubuh

  • Frekwensi mandi

  1. Integritas ego

  • Pennngaruh penyakit terhadap stress

  • Gaya hidup

  • Masalah finansial

  1. Neurosensori

  • Apakah ada sakit kepala

  • Status mental

  • Ketajaman penglihatan

  1. Pernapasan

  • Apakah ada sesak napas

  • Riwayat merokok

  • Frekwensi pernapasan

  • Bentuk dada

  • Auskultasi

  1. Interaksi Sosial

  • Status perkawinan

  • Hubungan dalam masyarakat

  • Pola interkasi keluarga

  • Komunikasi verbal / nonverbal



B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

No

Jenis Pemeriksaan

Hasil pemeriksaan

1

Urinalisa

Warna kuning, coklat gelap, merah gelap atau terang ( berdarah ), penampilan keruh pH 7 atau lebih besar ( menunjang inkesi, bacteria

2

Kultur Urine

Dapat menunjang stapilokokusaureus, proteus, klebsilla, pseudomonas atau E. colli

3

Sitologi Urine

Untuk mengetahui kanker kandung kencing

4

BUN / Kreatinin

Meningkat bila fungsi ginjal dipengaruhi

5

Asam fospat serum

Antigen khusus prostatik

Peningkatan Karena pertumbuhan seluler dan pengaruh hormonal pada kanker prostat dapat mengidentifikasikan metastase imonusupresi )

6

Penentuan kecepatan aliran urine

Mengkaji derajat obstruksi kandung kencing

7

IVP

Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kencing, membedakan derajat obstruksi kandung kencing dan adanya pembesaran prostat, divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih

8

Sistouretrografi kemih

Digunakan sebagai ganti IVP untuk meminimalisasikan kandung kemih dan uretra karena menggunakan bahan kontras lokal

9

SDP

Mungkin lebih besar dari 11.000, mengidentifikasikan infeksi bila tidak imunosupresif

10

Sistogram

Mengukur tekanan dan volume dikandung kemih untuk mengidentifikasi disfungsi yang tidak berhubungan dengan HBP

11

Sistouretroskopi

Untuk menggambarkan derajat pembesaran prostate dan perubahan dinding kandung kemih ( kontraindikasi pada adanya ISK akut sehubungan dengan resiko sepsis gram negatif)

12

Sistometri

Mengevaluasi fungsi otot destrusor dan tonusnya

13

Ultrasuond transtektal

Mengukur ukuran prostate, jumlah residu urine, melokalisasi lesi yang tidak berhubungan dengan BPH

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa Pre Operatif

  1. Retensi urine ( akut / kronis ) berhubungan dengan obstruksi pembesaran prostate, dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan kandung kencing untuk berkontraksi dengan adekuat ditandai dengan frekwensi, keragu-raguan, ketidakmampuan mengosongkan kandung kencing dengan lengkap, inkontinensia atau menetes ; distensi kandung kemih, residu urine

Intervensi :

    1. Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan

    2. Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan

    3. Awasi dan catat waktu jumlah tiap berkemih, perhatikan penurunan haluaran urine dan perubahan berat jenis

    4. Perkusi / palpasi area suprapubik

    5. Dorong masukan cairan sampai 3000 ml sehari, dalam toleransi jantung, bila diindikasikan

    6. Awasi tanda vital dengan ketat, observasi hypertensi, edema perifer / defenden, perubahan mental, pertahankan pemasukan dan pengeluaran akurat

    7. Kolaborasi untuk pemberian obat antispasmodic

    8. Tingkatkan relaksasi otot, turunkan odema

Rasionalisasi :

    1. Meminimalkan retensi urine distensi pada kandung kemih

    2. Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi

    3. Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas yang dapat menggaggu kemampuannya untuk memfilter dan mengkonsentrasikan substansi

    4. Distensi kandung kemih dapat dirasakan diare suprapubik

    5. Peningkatan aliran mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan panggul dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri

    6. Kehilangan fungsi ginjal dan mengakibatkan penurunan eliminasi cairan dan akumulasi sisa toksik dapat berlanjut kepenurunan ginjal total

    7. Menurunkan resiko penderita ascenden

    8. Meningkatkan relaksasi obat, penurunan edema dan dapat meningkatkan upaya berkemih

    9. Menghilangkan spasme kandung kemih sampai dengan iritasi oleh kanker

  1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria, terapi radiasi ditandai dengan keluhan nyeri ( kandung kemih spasme rectal ), penyempitan focus, perubahan tonus otot, meringis, perilaku distensi, gelisah, respon otonomik.

Intervensi :

    1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( 0-10 ) lamanya

    2. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan

    3. Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, membantu pasien melakukan posisi yang nyaman, mendorong pengobatan relaksasi / latihan dalam

    4. Kolaborasi masukan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainage

    5. Kolaborasi untuk pemberian obat narkotik dan obat antibacterial

Rasional :

      1. Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan / kefektifan intervensi

      2. Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi

      3. Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan kemampuan koping

      4. Pengaliran kandung kemih menurunkan tegangan dan kepekaan kelenjar

      5. Diberikan untuk menghilangkan nyeri berat, memberikan relaksasi mental dan fisik, obat antibacterial untuk menurunkan adanya bakteri dalam traktus urinarius juga yang dimasukan melalui system drainage

  1. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis dan drainage cepat kandung kemih yang terlalu distensi, secara kronis, endokrin, ketidakseimbangan elektrolit ( disfungsi ginjal )

Intervensi :

    1. Awasi keluaran dengan hati-hati, tiap jam bila diindikasikan, perhatikan keluaran 100-200ml/jam

    2. Dorong peningkatan pemasukan oral berdasarkan kebutuhan kebutuhan individu

    3. Awasi tekanan darah dan nadi dengan sering, evaluasi pengisian kapiler dan membran mokusa awal

    4. Kolaborasi pemberian cairan intravena sesuai kebutuhan

Rasionalisasi :

  1. Diuresis cepat dapat menyebabkan kekurangan volume total cairan, karena ketidakcukupan

  2. Pasien dibatasi pemasukan oral dalam upaya mengontrol gejala urinaria hemostatik pengurangan cadangan dan peningkatan resiko dehidrasi / hypovolemia

  3. Kemampuan mendeteksi dini / intervensi hypovolemik sistemik

  4. Menggantikan kehilanngan cairan dan natrium untuk mencegah / memperbaiki hypovolemia

  1. Ketakutan ( ansietas ) berhubungan dengan status kesehatan, kemungkinan prosedur bedah ditandai dengan peningkatan tegangan ketakutan, kekawatiran, mengekpresikan masalah tentang adanya perubahan, ketakutan akan konsekuensi tak spesifik.

Intervensi :

    1. Kaji tingkat rasa takut pada pasien dan orang terdekat, perhatikan tanda peningkatan / depresi atau penyempitan focus perhatian

    2. Buat hubungan saling percaya dengan pasien / orang terdekat

    3. Berikan informasi tentang tujuan dari pembedahan

Rasionalisasi :

  1. Membantu menentukan jenis intervensi yang diperlukan

  2. Menunjukan perhatian dan keinginan untuk membantu dalam sirkulasi tentang subjek sensitive

  3. Membantu pasien memahami tujuan dari apa yang dilakukan dan mengurangi masalah karena ketidaktahuan akan kanker

  4. Mendefinisikan masalah, memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan, memperjelas kesalahan konsep dan solusi pemecahan masalah

Diagnosa Post Operasi

1. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kencing, refleksspasme otot, sehubungan prosedur bedah ditandai dengan keluhan nyeri spasme kandung kemih, wajah meringis, gelisah


Kriteria hasil : melaporkan nyeri hilang / terkontrol

Intervensi :

  1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas, skala

  2. Pertahankan posisi kateter dan system drainase, pertahankan selang bebas dari lekukan da bekuan

  3. Tingkatkan pemasukan cairan sampai dengan 300ml / hari sesuai takaran

  4. Berikan pasien informasi akurat tentang kateter, drainase, spasme kandung kemih

  5. Berikan tindakan kenyamanan, dorong penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan napas dalam dan visualisasi

  6. Kolaborasi dalam pemberian antispasmodic

Rasionalisasi

  1. Nyeri tajam, intermiten dengan dorongan berkemih / pasase urine, sekitar kateter menunjukan spasme kandung kemih, yang lebih berat cenderung padapendekatan suprapubik, bisa menurun setelah 48 jam

  2. Mempertahankan fungsi kateter dan drainase system, menurunkan resiko distensi / spasme kandung kemih

  3. Menurunkan iritasi dengan mempertahankan aliran cairan konstan kemasukan kandung kencing

  4. Menghilangkan ansietas dan meningkatkan kerjasama dengan prosedur tertentu

  5. Menurunkan ketegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping

2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik, bekuan darah, edema, trauma, prosedur bedah ditandai dengan frekwensi, urgensi,keragu-raguan, dysuria, inkontinentia, retensi

Kriteria hasil : berkemih dalam jumlah normal tanpa adanya retensi

Intervensi :

    1. Kaji keluaran urine dan system kateter / drainase, khususnya selama irigasi kandung kemih

    2. Pertahankan waktu jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah kateter dilepas, perhatikan rasa penuh kandung kemih ; ketidakmampuan berkemih

    3. Dorong pasien untuk berkemih bila terasa, dorongan tetapi tidak lebih dari 2-4 jam

    4. Ukur volume residu bila ada keteter suprapubik

    5. Dorongan pemasukan cairan 3000ml sesuai toleransi, batasi cairan pada malam setelah kateter dilepas

    6. Instruksikan pasien untuk latihan permeal, contoh ; mengencangkan bokong, menghentikan dan memulai aliran urine

    7. Jelaskan pada pasien bahwa pentesan diharapkan setelah kateter dilepas dan harus teratur sesuai kemajuan

    8. Pertahankan irigasi kandung kemih continue sesuai indikasi pada periode pasca operasi

Rasionalisasi :

  1. Retensi dapat terjadi karena edema area bedah, bekuan darah dan spasme kandung kencing

  2. Kateter biasanya dilepas 2-5 hari setelah pembedahan, tetapi berkemih dapat berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu karena edema uretra dan kehilangan tonus otot

  3. Berkemih dengan dorongan, mencegah retentio urine, keterbatasan berkemih untuk tiap 4 jam ( bila ditoleransi ) meningkatkan tonus kandung kemih dan membantu latihan ulang kandung kemih

  4. Mengawasi keefektifan pengosongan kandung kemih, residu lebih dari 50ml menunjukan perlunya kontinuitas kateter sampai tonus kandung kemih membaik

  5. Mempertahankan hidrasi dan perfusi ginjal untuk aliran urine, penjadwalan masukan cairan menurunkan kebutuhan berkemih / gangguan tidur

  6. Membantu meningkatkan control kandung kemih / spinkter urine, meminimalkan inkontinentia

  7. Informasi membantu psien untuk menerima masalah, fungsi normal dan dapat kembali dalam 2-3 minggu tetapi memerlukan sampai 8 bulan setelah pendekatan perineal

  8. Mencuci kandung kemih dari bekuan darah dan debris untuk mempertahankan potensi kateter / aliran urine

3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan pemasukan pre operasi, area bedah vaskuler

Intervensi :

  1. Hindari manipulasi berlebihan pada kateter

  2. Awasi pemasukan dan pengeluaran

  3. Observasi drainase kateter, perhatikan adanya perdarahan

  4. Evaluasi warna konsistensi urine :

  • Merah terang dengan bekuan darah

  • Peningkatan viskositas, warna keruh setiap dengan bekuan darah

  • Perdarahan dengan tidak ada bekuan

  1. Inspeksi balutan / luka drain

  2. Awasi tanda peningkatan nadi dan pernapasan, penuruna tekanan darah, disforesis, pucat, perlambatan pengisian kapiler, membran mukosa kering

  3. Kolaborasi awasi pemeriksaan laboratorium seperti Hb dll

Rasionalisasi :

  1. Gerakan penarikan kateter dapat menyebabkan perdarahan atau pembentukan bekuan

  2. Indikatur keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian pada iritasi kandung kemih, awasi pentingnya perkiraan kehilangan darah

  3. Perdarahan tidak umum terjadi selama 24 jam pertama tetapi tidak perlu pendekatan, perdarahan berulang memerlukan tranfusi

  4. Mengindikasikan perdarahan arterial dan memerlukan terapi cepat

  • Menunjukan perdarahan dari vena

  • Dapat mengindikasikan diskasia darah atau masalah pembekuan sistemik

  1. Perdarahan dapat dibuktikan atau disingkirkan dalam jaringan

  2. Dehidrasi / hypovolemia memerlukan intervensi cepat untuk mencegah berlanjut syok

  3. Berguna dalam evaluasi kehilangan darah / kebutuhan penggantian, dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi. Misalnya ; penuruna factor pembekuan.

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive kateter, iritasi kandung kemih, seringnya trauma jaringan

Intervensi :

    1. Pertahankan system keteter steril, berikan zalp antibiotic disekitar sisi kateter

    2. Akumulasi dengan kantong drainase dependen

    3. Observasi drainase dari luka sekitar kateter suprapubik

    4. Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu

    5. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi

Rasionalisasi :

  1. Mencegah pemasukan / bakteri dan infeksi sepsis lanjut

  2. Menghindari refleks baik urine, yang dapat memasukan bakteri kedalam kandung kencing

  3. Adanya drain, insisi supra pubik meningkatkan resiko untuk infeksi, yang diindikasikan dengan eritema, drainage purulen

  4. Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan infeksi resiko luka

  5. Mungkin diberikan secara propilatik sampai dengan peningkatan resiko infeksi pada prostatektomi

  1. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat salah interpretasi informasi ditandai dengan pertanyaan meminta informasi, tidak mengikuti instruksi

Intervensi :

    1. Kaji implikasi prosedur dan harapan masa depan

    2. Tekankan perlunya nutrisi yang baik

    3. Diskusikan pembatasan aktifitas awal

    4. Dorong kesinambungan latihan perineal

    5. Instruksikan perawatan kateter urine

Rasionalisasi :

  1. Memberikan dasar pengetahuan

  2. Meningkatkan penyembuhan dan mencegah komplikasi, menurunkan resiko perdarahan pada operasi

  3. Peningkatan tekanan abdominal / meregangkan yang menempatkan stress pada kandung kemih dan prostat, menimbulkan resiko perdarahan

  4. Membantu control urine dan menghilangkan inkontinentia

  5. Meningkatkan kemandirian dan kompetensi dalam perawatan diri

find picture at :

http://images.google.co.id/images?q=Benign+Prostatic+Hyperplasia&hl=id&um=1&ie=UTF-8&sa=X&oi=images&ct=title

DAFTAR PUSTAKA


Doengus, Marilyn E. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasi perawatan pasien, edisi III. Penerbitan buku kedokteran EGC. Jakarta 1999

Long, Barbara E. Perawatan Medical Bedah, Edisi III. I APK Padjajaran Bandung. 1996

Longmore M, et.al. (ed.). Oxford Handbook of Clinical Medicine, 7th Edition. 2007. Oxford University Press. p.602-3. Chirurgica. 2005. Tosca Enterprise.p.V.9-10.

Tim Redaksi VitaHealth, PROSTAT, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004.

http://kidney.niddk.nih.gov/kudiseases/pubs/prostateenlargement/

http://en.wikipedia.org/wiki/Benign_prostatic_hyperplasia#Etiology

http://www.emedicine.com/med/topic1919.htm

http://www.medicinenet.com/benign_prostatic_hyperplasia/index.htm

http://www.mayoclinic.com/health/enlarged-prostate-bph/BP99999

1